BRAVO13.ID, Samarinda -Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Muhammad Novan Syahroni Pasie, belum memberikan persetujuan terhadap aturan terbaru Pemerintah Pusat mengenai legalisasi aborsi. Bagi Novan, meski hukum tersebut menyertakan berbagai ketentuan yang ketat, ia menganggap perlu adanya pertimbangan yang mendalam terutama dalam kasus-kasus tertentu, seperti korban pelecehan seksual.
“Kalau aturan ini diberlakukan pada orang yang memang memerlukannya, misalnya korban pelecehan seksual, tentu banyak persyaratan yang harus dipenuhi,” ujar Novan dalam wawancaranya dengan Koran Kaltim pada Selasa, 13 Agustus 2024. Ia menekankan bahwa aborsi tetap merupakan topik yang sangat sensitif di masyarakat. Kegamangan ini semakin diperburuk dengan maraknya praktik aborsi ilegal di luar fasilitas kesehatan yang terakreditasi.
Kebijakan ini mengundang kekhawatiran masyarakat tentang kemungkinan penyalahgunaan. Mereka meragukan prosedur yang berlaku dan khawatir tindakan tersebut dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Novan, dalam pandangannya, menegaskan bahwa ada banyak prosedur yang harus diikuti untuk memastikan legalitas dan keabsahan pelaksanaan aborsi. Salah satunya adalah dengan adanya laporan kepolisian yang diikuti dengan penyelidikan mendalam.
“Segala sesuatunya harus dilakukan dengan cara yang terstruktur agar tidak menjadi masalah. Misalnya, dalam kasus korban kekerasan seksual yang saya sebutkan tadi,” ungkap Novan dengan tegas. Politisi dari Fraksi Golkar ini mengaku bersedia mendukung aturan tersebut jika hanya diperuntukkan bagi korban kekerasan seksual yang kondisi mentalnya sangat terganggu.
Novan menjelaskan bahwa ada kasus di mana korban kekerasan seksual mungkin memilih untuk merawat dan membesarkan anaknya. Namun, jika kondisi tersebut berpotensi menambah beban mental yang berat, maka ia setuju dengan adanya opsi aborsi. “Jika seorang korban kekerasan hamil dan melanjutkan kehamilan tersebut, hal itu dapat memengaruhi kondisi psikologis ibu dan anak, serta perkembangan janin,” tambahnya.
Ia juga berharap agar legalitas aturan ini dilengkapi dengan berbagai persyaratan yang ketat, sehingga tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Novan menjelaskan bahwa sebelumnya, praktik aborsi pernah diperbolehkan dalam konteks kesehatan, terutama dalam kasus di mana kehamilan dapat membahayakan nyawa ibu.
“Misalnya, dalam kasus ‘kebobolan’ dalam rumah tangga yang sudah berumur, di mana melanjutkan kehamilan dapat membahayakan nyawa ibu. Oleh karena itu, penting agar kebijakan ini dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab,” tutupnya. (adv)