BRAVO13.ID, Jakarta - Pada pagi yang tenang di Minggu, 18 Agustus 2024, gerbang penjara yang selama ini mengurung Jessica Kumala Wongso akhirnya terbuka. Setelah hampir delapan tahun menjalani hukuman, Jessica melangkah keluar, namun kebebasannya bukan tanpa syarat. Bayang-bayang masa lalu, yang pernah mengguncang negeri ini, masih setia menemaninya.
Jessica Wongso, wanita yang kini berusia 36 tahun, adalah nama yang tak pernah bisa lepas dari ingatan masyarakat Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok di balik tragedi yang menimpa sahabatnya, Wayan Mirna Salihin, pada 6 Januari 2016. Saat itu, Wayan Mirna meninggal dunia setelah meneguk kopi Vietnam yang mengandung sianida di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Kematian itu langsung menempatkan Jessica dalam pusaran badai hukum dan sorotan publik yang tajam.
Vonis 20 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016 mengubah hidup Jessica selamanya. Dalam sekejap, ia menjadi figur publik yang dibenci, dijuluki sebagai "pembunuh berdarah dingin" oleh berbagai media dan pakar psikologi yang menganalisis kasusnya. Namun, di balik julukan itu, ada seorang wanita muda yang harus menghadapi realitas pahit—dihukum, dipenjara, dan dihakimi.
Kini, delapan tahun setelah vonis itu dijatuhkan, Jessica kembali muncul ke hadapan publik. Dalam sebuah podcast terbaru yang dipandu oleh Fristian Griec, Jessica untuk pertama kalinya berbicara sejak dibebaskan bersyarat. Suaranya terdengar tenang, namun penuh dengan perasaan yang mendalam ketika ia menggambarkan perjalanan panjangnya selama di penjara.
“Saya banyak berpikir selama di sana,” ungkap Jessica, seolah mengajak pendengar merasakan setiap detik yang ia lalui di balik jeruji besi. “Saya belajar untuk memaafkan, untuk berdamai dengan keadaan dan orang-orang yang mungkin bersikap buruk pada saya di masa lalu. Saya tidak mau menyimpan hal-hal buruk dalam hati karena itu tidak baik, harus dilepaskan perlahan-lahan.”
Jessica berbicara dengan keyakinan yang kuat, seakan menunjukkan bahwa ia telah melalui proses introspeksi mendalam. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa hidup di penjara bukanlah hal yang mudah. Kehidupan sehari-hari yang jauh dari teman dan keluarga merupakan beban tersendiri yang harus ia pikul. “Kalau dipikir-pikir, memang tidak gampang. Tapi saya berusaha untuk selalu berpikir positif, dan itu membantu saya bertahan,” tambahnya dengan nada yang lebih lembut.
Pandangan publik terhadap Jessica sering kali terdistorsi oleh pemberitaan media yang hanya menyoroti sisi negatifnya. “Mereka hanya mengasumsikan saya seperti itu karena beberapa video yang mereka lihat,” katanya, mencoba memahami sudut pandang orang lain. “Tapi itu hak mereka untuk berpikir seperti apa.”
Dalam podcast tersebut, Fristian Griec juga mengangkat pertanyaan mengenai film dokumenter Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso, yang sempat menjadi perbincangan hangat di tahun 2023. Film ini menyuguhkan perspektif berbeda mengenai kasus Jessica, memunculkan kembali pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Namun, Jessica mengaku tidak mengetahui secara detail tentang dokumenter tersebut.
Di sampingnya, Otto Hasibuan, pengacara yang setia mendampingi Jessica sejak 2016, menjelaskan bahwa ia sengaja tidak membebani kliennya dengan informasi yang berpotensi mengganggu ketenangannya. “Saya tidak pernah memberitahu hal-hal yang detail kepada Jessica. Saya ingin dia tetap tenang dan tidak terganggu oleh pikiran-pikiran yang bisa memberatkan dirinya,” ujar Otto, menekankan pendekatan yang ia ambil dalam menangani kasus ini.
Jessica sendiri, menurut Otto, jarang bertanya tentang perkembangan kasusnya. Kepercayaan penuh yang ia berikan kepada pengacaranya adalah bukti dari betapa besar beban yang ingin ia tinggalkan di belakang. “Jessica tidak pernah banyak bertanya soal kasusnya. Dia mempercayakan semuanya kepada saya,” lanjut Otto.
Film dokumenter yang menyorot kasus ini, berjudul "Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso" membuka kembali luka lama yang belum sepenuhnya sembuh di mata publik. Pertanyaan mengenai keadilan dan kebenaran masih bergema, membelah masyarakat menjadi dua kubu—mereka yang percaya bahwa Jessica bersalah, dan mereka yang meragukan vonis yang dijatuhkan.
Jessica Wongso kini harus melanjutkan hidupnya di tengah kebebasan yang baru diraihnya, tetapi tetap dibayangi oleh masa lalu yang tak mungkin sepenuhnya ia tinggalkan. Perjalanannya menuju kebebasan sejati mungkin masih panjang, penuh dengan tantangan yang tak terlihat. Namun, satu hal yang pasti—Jessica tidak lagi hidup dalam bayang-bayang, melainkan mencoba menapaki jalan baru, meski langkahnya masih terasa berat. (*)