
BRAVO13.ID, Samarinda - Anhar berdiri di depan gerbang Pasar Pagi Samarinda yang terkunci rapat. Ia menghela napas panjang sambil menatap bangunan tua yang kini menjadi saksi bisu polemik yang tak kunjung usai.
Anhar adalah anggota Komisi III DPRD Samarinda dari fraksi PDIP. Ia bertugas mengawasi bidang perekonomian, perdagangan, dan industri. Salah satu objek pengawasannya adalah Pasar Pagi Samarinda, pasar tradisional tertua di kota ini.
Pasar Pagi Samarinda dibangun pada tahun 1958 oleh pemerintah kolonial Belanda. Pasar ini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat Samarinda selama puluhan tahun. Namun seiring dengan perkembangan zaman, pasar ini mulai ditinggalkan oleh pembeli dan pedagang.
Pada tahun 2018, Pemerintah Kota Samarinda mengumumkan rencana revitalisasi Pasar Pagi Samarinda. Tujuannya adalah untuk mengembalikan kejayaan pasar ini sebagai ikon kota dan meningkatkan kesejahteraan para pedagang.
Namun rencana itu tidak berjalan mulus. Sejumlah pemilik ruko yang berada di sekitar pasar menolak untuk mengosongkan lahan mereka. Mereka mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut dan menuntut ganti rugi yang lebih tinggi dari yang ditawarkan pemerintah.
Akibatnya, proyek revitalisasi Pasar Pagi Samarinda terhenti. Polemik ini berlarut-larut hingga tahun 2024, di tengah masa kampanye pemilihan kepala daerah. Anhar menduga ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan politik tertentu.
"Ada yang ingin menjadikan Pasar Pagi Samarinda sebagai ajang komoditas politik. Mereka ingin menciptakan konflik dan menyalahkan pemerintah. Padahal pemerintah sudah berusaha untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik," kata Anhar kepada TribunKaltim.co pada Kamis (29/2/2024).
Anhar menegaskan bahwa revitalisasi Pasar Pagi Samarinda adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mementingkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Ia yakin bahwa dengan revitalisasi, pasar ini akan menjadi lebih modern, nyaman, dan bersih. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan omzet dan pendapatan para pedagang.
"Revitalisasi Pasar Pagi Samarinda adalah untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Ini adalah program yang pro-rakyat. Saya harap masyarakat bisa mendukung dan berpartisipasi dalam program ini," ujar Anhar.
Anhar juga mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Samarinda yang terus berkomunikasi dengan para pemilik ruko dan pedagang. Ia berharap agar pemerintah bisa menerima saran dan masukan dari warga terkait revitalisasi.
"Pastinya Pemkot Samarinda juga mesti berkesinambungan untuk menerima saran dan masukan dari warga soal revitalisasi. Ini adalah program bersama, bukan milik pemerintah saja. Jadi harus ada sinergi dan kerjasama antara semua pihak," tutur Anhar.
Namun tidak semua pihak setuju dengan pandangan Anhar. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Kota Samarinda (GMP KS) menilai bahwa revitalisasi Pasar Pagi Samarinda adalah bentuk penggusuran paksa yang merugikan rakyat.
Mereka menggelar aksi protes di Simpang Empat Lembuswana Samarinda. Mereka membentangkan spanduk dan poster yang bertuliskan "Tolak Revitalisasi Pasar Pagi Samarinda", "Selamatkan Pasar Pagi Samarinda", dan "Jangan Gusur Rakyat".
Salah satu koordinator aksi, Rizal, mengatakan bahwa revitalisasi Pasar Pagi Samarinda adalah proyek yang tidak transparan dan tidak berpihak pada rakyat. Ia menuding pemerintah telah bersekongkol dengan pengusaha untuk mengambil alih lahan pasar.
"Revitalisasi Pasar Pagi Samarinda adalah proyek siluman yang tidak jelas. Pemerintah tidak menghargai hak-hak para pemilik ruko dan pedagang. Mereka hanya mau menguntungkan pengusaha yang ingin membangun mall di sini," kata Rizal
Rizal juga menyoroti kinerja DPRD Samarinda yang dinilainya tidak berfungsi sebagai wakil rakyat. Ia menuntut agar DPRD Samarinda menggunakan hak interpelasi untuk memanggil Wali Kota Samarinda, Andi Harun, dan meminta penjelasan tentang proyek revitalisasi Pasar Pagi Samarinda.
"Hak interpelasi adalah hak konstitusional yang dimiliki oleh anggota dewan untuk meminta penjelasan kepada pemerintah daerah terkait suatu masalah. Kami mendesak DPRD Samarinda untuk menggunakan hak ini dan mengusut proyek revitalisasi Pasar Pagi Samarinda," tegas Rizal.
Di tengah pro dan kontra yang memanas ini, nasib Pasar Pagi Samarinda masih terkatung-katung. Bangunan pasar yang sudah berusia 66 tahun itu terlihat semakin kumuh dan sepi. Para pedagang yang masih bertahan di sana mengeluhkan menurunnya omzet dan pengunjung.
"Kami sudah lama berdagang di sini. Ini adalah sumber penghidupan kami. Kami tidak mau pindah ke tempat lain. Kami ingin pasar ini tetap ada dan diperbaiki. Kami tidak mau pasar ini dihancurkan dan diganti dengan mall," ucap Siti, salah seorang pedagang di Pasar Pagi Samarinda. (adv)