BRAVO13.ID, Samarinda - Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu penyakit yang sering dianggap sepele oleh banyak orang. Padahal, kondisi ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa, seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, dan lainnya.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1 persen pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa hampir sepertiga penduduk Indonesia mengalami tekanan darah di atas batas normal, yaitu 130/80 mmHg atau lebih.
Namun, tidak semua orang yang mengidap hipertensi menyadari kondisi mereka. Banyak yang tidak merasakan gejala apapun atau menganggap gejala yang muncul sebagai hal biasa. Padahal, gejala hipertensi bisa berupa sakit kepala, mimisan, masalah penglihatan, nyeri dada, telinga berdengung, sesak napas, dan aritmia.
Hipertensi yang tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik dapat semakin parah dan menyebabkan hipertensi berat. Pada kondisi ini, gejala yang timbul bisa lebih serius, seperti kelelahan, mual dan muntah, kebingungan, kecemasan, tremor otot, dan adanya darah dalam urine.
Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin, setidaknya setiap tahun, terutama bagi orang dewasa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di fasilitas kesehatan, apotek, atau menggunakan alat tensimeter sendiri di rumah.
Jika hasil pemeriksaan menunjukkan angka tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg dari dua kali pengukuran berturut-turut, maka seseorang bisa dikatakan mengalami hipertensi.
Mengapa Hipertensi Bisa Terjadi?
Hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Hipertensi jenis ini cenderung berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun dan mempengaruhi kebanyakan orang dewasa.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kondisi kesehatan yang mendasarinya. Hipertensi jenis ini cenderung terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan tekanan darah lebih tinggi dibandingkan hipertensi primer.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain:
Obstruktif sleep apnea (OSA), yaitu gangguan tidur yang ditandai dengan berhentinya napas secara berulang saat tidur.
Masalah ginjal, seperti penyakit ginjal kronis, glomerulonefritis, atau penyumbatan arteri ginjal.
Tumor kelenjar adrenal, yaitu kelenjar yang menghasilkan hormon yang mengatur tekanan darah, metabolisme, dan respons stres.
Masalah tiroid, seperti hipotiroidisme (tiroid kurang aktif) atau hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif).
Cacat bawaan di pembuluh darah, seperti koarktasio aorta, yaitu penyempitan aorta yang menghambat aliran darah ke seluruh tubuh.
Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas, obat-obatan terlarang, dan lainnya.
Siapa Saja yang Berisiko Mengalami Hipertensi?
Selain faktor penyebab, ada juga beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami hipertensi. Beberapa faktor risiko tersebut adalah:
Usia. Risiko hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Orang yang berusia di atas 65 tahun lebih rentan mengalami hipertensi.
Garam. Mengonsumsi makanan yang tinggi garam berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Sebaiknya batasi asupan garam maksimal 5 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Berat badan. Kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan beban kerja jantung dan pembuluh darah, sehingga memicu hipertensi. Usahakan untuk menjaga indeks massa tubuh (IMT) ideal, yaitu antara 18,5-24,9 kg/m2.
Riwayat keluarga. Hipertensi dapat diturunkan secara genetik. Jika ada anggota keluarga yang mengidap hipertensi, maka risiko Anda mengalaminya juga lebih tinggi.
Pola makan. Kurang mengonsumsi buah dan sayuran dapat menyebabkan kekurangan vitamin, mineral, dan antioksidan yang baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah. Sebaliknya, mengonsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol dapat menyumbat pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.
Aktivitas fisik. Tidak aktif secara fisik atau jarang berolahraga dapat menyebabkan penumpukan lemak di tubuh dan menurunkan fungsi jantung dan pembuluh darah. Sebaiknya lakukan aktivitas fisik sedang hingga berat selama minimal 150 menit per minggu, seperti berjalan kaki, bersepeda, berenang, atau aerobik.
Kafein. Mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang mengandung kafein, seperti kopi, teh, cokelat, atau soda, dapat meningkatkan tekanan darah secara sementara. Jika Anda memiliki hipertensi, sebaiknya batasi asupan kafein maksimal 200 mg per hari, setara dengan dua cangkir kopi.
Rokok. Merokok dapat merusak dinding pembuluh darah, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan tekanan darah. Selain itu, rokok juga dapat meningkatkan risiko komplikasi hipertensi, seperti stroke dan serangan jantung. Jika Anda merokok, segera hentikan kebiasaan ini demi kesehatan Anda.
Alkohol. Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan merusak jantung dan pembuluh darah. Jika Anda minum alkohol, sebaiknya batasi konsumsinya maksimal dua gelas per hari untuk pria dan satu gelas per hari untuk wanita.
Stres. Tingkat stres yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika Anda sering mengalami stres, cobalah untuk mengatasinya dengan cara yang sehat, seperti meditasi, yoga, napas dalam, hobi, atau konseling.
Kondisi kronis. Beberapa kondisi kesehatan kronis, seperti penyakit ginjal, diabetes, atau sleep apnea, dapat meningkatkan risiko hipertensi. Jika Anda memiliki kondisi ini, pastikan untuk mengontrolnya dengan baik dan rutin berkonsultasi dengan dokter.
Kehamilan. Beberapa wanita hamil dapat mengalami hipertensi gestasional, yaitu hipertensi yang terjadi saat hamil. Kondisi ini dapat berisiko bagi kesehatan ibu dan janin. Oleh karena itu, penting untuk memeriksakan tekanan darah secara rutin saat hamil dan mengikuti saran dokter. (*)