BRAVO13.ID - Samarinda - Stunting atau gangguan pertumbuhan pada anak menjadi salah satu masalah kesehatan yang mendesak di Samarinda. Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2023, prevalensi stunting di Samarinda mencapai 28,7 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 27,7 persen.
Stunting tidak hanya berdampak pada fisik anak, tetapi juga pada perkembangan otak, kognitif, dan sosial-emosional. Anak yang mengalami stunting berisiko mengalami kesulitan belajar, rendahnya produktivitas, dan penurunan kualitas hidup di masa depan.
Namun, upaya penanganan dan pencegahan stunting di Samarinda masih belum optimal. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain, yang membidangi kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
"Ya untuk apa APBD tinggi, kalau anak-anak kurang gizi, tidak berguna itu berarti. Tapi kalau soal stunting ini jangan berpikir direct (langsung), atau parsial," ujar Sani saat ditemui di kantor DPRD Samarinda, Senin (5/2/2024).
Sani mengatakan bahwa stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan memberikan makanan bergizi seperti nasi dan telur kepada anak-anak. Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya stunting, di antaranya adalah pernikahan dini, kondisi ekonomi rumah tangga, sanitasi lingkungan, dan akses pelayanan kesehatan.
"Kondisi ekonomi rumah tangga, contohnya suaminya pengangguran, bisa jadi itu stunting. Karena setiap hari dari hamil, makannya mi terus, tidak ada gizinya sama sekali," terangnya.
Sani mencontohkan kasus yang terjadi di salah satu kelurahan di Samarinda, di mana banyak remaja putri yang menikah di usia muda dan hamil sebelum siap secara fisik dan mental. Akibatnya, bayi yang dilahirkan mengalami stunting karena kurangnya asupan gizi dan perawatan ibu hamil.
"Ini istilah baru saya buat GBHN atau Gawi Bedahulu Hanyar Nikah. Itu ibunya pusing, tidak siap melahirkan, kemudian anaknya tidak terurus, suaminya pengangguran," tegasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Sani mengusulkan agar pemerintah daerah melakukan edukasi kepada remaja putri tentang pentingnya mengkonsumsi tablet penambah darah, menghindari pernikahan dini, dan merencanakan kehamilan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus meningkatkan koordinasi antara berbagai sektor terkait, seperti kesehatan, pendidikan, sosial, dan agama.
"Stunting harus mendapatkan perhatian dari semua sektor. Komando utamanya adalah wali kota kita, ya nanti marilah kita lihat bersama-sama di akhir 2024, berkurang atau bertambah. Saya penasaran juga, tapi untuk saat ini belum ya, langkah yang diambil efektif atau tidak kita tunggu hasil. Karena saya tidak bisa jawab sekarang," urainya.
Sani berharap bahwa dengan adanya sinergi antara pemerintah daerah, DPRD, masyarakat, dan media, stunting di Samarinda bisa diturunkan hingga di bawah 20 persen, sesuai dengan target nasional yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Stunting ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah pembangunan. Kita harus peduli dengan generasi penerus bangsa ini. Jangan sampai anak-anak kita tumbuh dengan keterbatasan fisik dan mental karena stunting," pungkasnya. (adv)